Minggu, 14 September 2008

SEBUAH CERITA DI SUDUT RUANG…


Siang itu cuaca terik di luar sana. Sementara di dalam balairung padepokan Perguruan Lembah Gladiol yang sejuk, suasana hening serius mendengarkan penjelasan sang maha guru yang sedang memberikan wejangan tentang asal-usul bangsa mereka. Wajahnya teduh seperti Ki Hajar Dewantoro. Langkah kakinya mantap kalo berjalan. Badannya tinggi tetapi tidak terlalu besar.


Tidak seorang pun berani berbicara sepatah katapun ketika sang maha guru sedang memberi wejangan. Kalau ada yang berbicara, hukumannya adalah menjelaskan apa yang disampaikannya. Semua mirid menutup mulutnya, tangan merapat, dan mata membelalak. Jangankan berbicara, berbisikpun sang maha guru pasti akan mendengarnya. Sang maha guru memiliki ajian sakti ”Taling Tarung” yang mampu mendengar semut kentut sekalipun.

Hingga suatu saat, dengan lantangnya sang maha guru menunjukkan tangannya ke arah bangku di sudut ruangan, dengan suaranya yang menggelegar,

”Haiiii, Kamu yang duduk di pojok maju ke depan dan terangkan apa yang baru saja aku ceritakan!!!”, kata sang maha guru.

Ada apa gerangan?

Ternyata, bunyi seperti angin kejepit yang meninggalkan bau busuk itulah yang membuat sang maha guru murka! Wajah murid-murid perguruan Lembah Gladiol menjadi merah menahan MUNTAH. Tidak lain dan tidak bukan adalah perbuatan ksatria ”gas beracun”!!

Sekali lagi, dengan sambil membawa kitab yang selalu digenggamnya, sang maha guru memanggil kembali,

”Ayooo, tunggu apalagi, kamu maju sekarang!!”

Tidak terdengar sahutan sekalipun dari ksatria gas beracun. Akhirnya sang maha guru, perlahan menghampiri asal suara kentut tadi dan....

”KOSONG”

”Lho?, kemana orang ini?” tanya sang maha guru.
Tidak ada jawaban.
”Kenapa kalian semua diam?” tanya sang maha guru lagi.
Tetap tidak ada jawaban.

Sang maha guru kemudian memakai kacamatanya, dan ternyata....
Tidak ada seorangpun di balairung tempat ia cerita tentang sejarah bangsa ini yang baru saja diajarnya.

Sementara para murid padepokan tertawa-tawa di luar balairung sambil melihat tingkah sang maha guru kebingungan mencari murid-muridnya. Dasar murid-murid bengal!!

----------------------------------

Cerita ini untuk mengingatkan, betapa nakalnya kita waktu itu, mempermainkan guru yang notabene kekurangan dari sisi fisiknya. Namun semua tetap akan menjadi catatan kenangan yang tidak mungkin akan terhapus.

Terima kasih Pak Rahman, jasamu tidak akan pernah kami lupakan. Pengorbanan dan kesabaran menghadapi kami yang selalu melecehkanmu, maafkan kami murid-muridmu yang tidak tahu berbalas budi. Salam dari kami.

2 komentar:

Ghadafi mengatakan...

... ternyata gas ku ga cuma melekat di celana dalamku saja, tp juga membekas sebagai bagian penggalan kenangan saat itu .. thks pak ary .. doh ...

Anonimmengatakan...

mungkin bisa diceritakan bos, mengapa itu jadi sesuatu yang istimewa?

 
© Copyright by SMANSA MAGELANG  |  Template by Blogspot tutorial