Lebaran, Hari raya, mohon Maaf
Hari-hari seperti ini adalah hari yang cukup menyenangkan bagi saya ketika sekolah di SMA dulu. Hari-hari pasca liburan lebaran. Saya masuk sekolah dengan riang karena hari-hari itu kami akan saling menyapa, berjabat tangan, maaf-mafan, dan berbagi senyum. Hari pertama masuk sekolah setalah libur lebaran adalah hari maaf-maafan sesama teman. Yang menyenangkan adalah saya bisa menyapa nyaris semua siswa, termasuk yang tidak saya kenal. Saya juga berani menyapa dan menyalami cewek-cewek cantik yang sebelumnya menatapnya saja saya harus mencuri-curi. Biasanya mereka akan tersenyum manis sambil menjabat tangan saya. Saya (barangkali) juga sedang tersenyum manis saat itu hehehe….
Guru-guru juga saya salami. Termasuk yang angker-angker dan jarang senyum. Hari itu dipastikan senyumnya tersungging, tapi tidak manis tentu saja. Tak apalah, yang penting ada senyum setahun sekali. Itu sudah cukup untuk menunjukkan masih ada sisi manusiawi di di diri mereka hehehe…
Hampir semua siswa berlebaran. Semuanya. Nyaris tidak membedakan agama dan etnis. Dan inilah yang membuat saya tidak enak hati. Banyak teman-teman saya yang beragama lain,menyalami saya memberi ucapan selamat idul fitri pada saya—juga dengan senyum manis. Padahal pada kesempatan yang lain, ketika mereka merayakan hari raya mereka, natal misalnya, saya tidak pernah menjabat tangan mereka dan mengucapkan selamat, apalgi dengan senyum manis. Saat itu, saya masih mengikuti fatwa MUI yang ternyata belakangan saya tahu sering mengeluarkan fatwa yang lebih banyak salahnya daripada benarnya. Jadi dengan berkacamata kuda, saya patuhi saja fatwa bahwa sekadar mengucapkan natal adalah dosa. Serem kan? Nah, sepanjang saya sekolah SMA itu saya hampir tak pernah memberi ucapan selamat hari raya pada teman-teman beragama lain. menyedihkan.
Saya mengingat hari-hari pasca libur lebaran itu. Dan saya malu atas sikap kerdil saya dulu…
Jumat, 17 Oktober 2008
Lebaran, Hari Raya, Mohon Maaf
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar